Kerangka Acuan Kerja
TERMS OF REFERENCE
Rapat Studi Perumusan Arah dan Kerangka Strategis Gereja Protestan di Indonesia (GPI) 2025-2030
Kerangka Acuan Kerja
TERMS OF REFERENCE
Rapat Studi Perumusan Arah dan Kerangka Strategis Gereja Protestan di Indonesia (GPI) 2025-2030
Bagian 1: Latar Belakang dan Dasar Pemikiran Strategis
Bagian 1: Latar Belakang dan Dasar Pemikiran Strategis
1.1. Persimpangan Jalan Kritis: Krisis Relevansi dan Panggilan untuk Revitalisasi
Gereja Protestan di Indonesia (GPI), sebagai entitas historis yang melahirkan banyak gereja Protestan besar di tanah air, kini berada di sebuah persimpangan jalan yang kritis. Rapat Studi ini tidak diselenggarakan sebagai bagian dari siklus perencanaan rutin, melainkan sebagai respons mendesak terhadap sebuah tantangan eksistensial. Analisis strategis yang komprehensif mengidentifikasi adanya "krisis relevansi yang signifikan" yang dihadapi oleh GPI. Krisis ini berakar pada dua realitas struktural: otonomi penuh yang dimiliki oleh kedua belas Gereja Bagian Mandiri (GBM) dan peran dominan yang secara efektif diambil oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dalam kancah oikumenis nasional.
Kombinasi kedua faktor ini telah mengaburkan fungsi dan tujuan unik GPI, menjadikan peran Sinode Am menjadi "ambigu". Tanpa adanya redefinisi yang jelas dan sebuah pivot strategis yang berani, Sinode Am GPI berisiko tereduksi menjadi "sekadar lembaga kustodian historis" yang tidak lagi memberikan nilai tambah yang nyata bagi gereja-gereja anggotanya. Situasi ini menuntut sebuah pergumulan yang mendalam dan jujur untuk merumuskan kembali raison d'être GPI di abad ke-21. Oleh karena itu, Rapat Studi ini menjadi sebuah momentum penentuan (kairos) untuk menjawab panggilan revitalisasi, bergerak dari sekadar menjaga warisan menuju penciptaan masa depan yang relevan dan berdampak.
1.2. Mandat Teologis di Era Disrupsi: "Ujilah Segala Sesuatu, Peganglah yang Baik"
Imperatif strategis untuk melakukan revitalisasi ini tidak lahir dari ruang hampa, melainkan berakar kuat pada sebuah mandat teologis yang relevan. Sidang Sinode Am (SSA) GPI tahun 2025 menetapkan Thema "Ujilah Segala Sesuatu Dan Peganglah Yang Baik" (1 Tesalonika 5:21) sebagai kompas penuntun. Thema ini bukanlah sekadar slogan, melainkan sebuah kerangka kerja teologis yang mendesak untuk digumuli di tengah era disrupsi fundamental—sebuah zaman di mana inovasi-inovasi baru secara masif mengubah tatanan yang telah mapan dan sering kali membuat model-model lama menjadi tidak relevan.
Perintah Rasul Paulus untuk "menguji" (Yunani: dokimazete) memiliki makna yang kaya, melampaui sekadar penilaian intelektual. Dokimazete berarti menguji untuk membuktikan, memeriksa untuk membedakan, layaknya menguji kemurnian logam mulia dari kotoran. Ini adalah sebuah panggilan untuk melakukan discernment (pembedaan roh) yang kritis dan mendalam sebagai sebuah disiplin komunal, bukan sekadar latihan spiritual individual. Dengan demikian, Rapat Studi ini diposisikan sebagai wujud ketaatan gerejawi terhadap mandat ilahi tersebut: sebuah forum di mana para pemimpin GPI dan GBM secara kolektif "menguji" asumsi-asumsi lama, model-model kerja yang usang, dan tantangan-tantangan baru, untuk kemudian "memegang teguh" arah pelayanan yang terbukti baik, benar, dan otentik di hadapan Tuhan dan zaman.
1.3. Respons Agile terhadap Dunia VUCA: Kebutuhan Metodologi Baru
Konteks eksternal di mana GPI dipanggil untuk melayani kini ditandai oleh volatility (gejolak), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kompleksitas), dan ambiguity (ambiguitas)—atau yang dikenal sebagai dunia VUCA. Dalam lanskap yang berubah dengan cepat ini, model perencanaan strategis tradisional yang kaku, linear, dan berjangka panjang tidak lagi memadai untuk merespons tantangan zaman secara efektif. Kebutuhan akan revitalisasi (apa) dan mandat teologis untuk melakukan discernment (mengapa) harus dilengkapi dengan sebuah metodologi yang tepat (bagaimana).
Menjawab kebutuhan ini, GPI perlu mengadopsi kerangka kerja "Perencanaan Strategis Agile". Pendekatan ini bukan sekadar tentang menghasilkan sebuah dokumen Rencana Strategis (Renstra), melainkan tentang menumbuhkan budaya organisasi yang baru: sebuah budaya "adaptasi, pembelajaran berkelanjutan, dan fokus pada hasil yang nyata bagi jemaat dan masyarakat".
Adopsi kerangka kerja Agile ini secara fundamental merupakan jawaban operasional yang telah lama ditunggu terhadap dilema struktural GPI. Keputusan historis pada tahun 1948 yang menggeser peran Sinode Am dari "struktural" menjadi "fungsional" menciptakan sebuah model persekutuan yang unik, namun selama puluhan tahun kekurangan mekanisme kolaborasi yang efektif. Prinsip-prinsip Agile—seperti siklus perencanaan adaptif, tim kerja lintas fungsi (squads), dan fokus pada hasil terukur (OKR – Objectives & Key Results)—menyediakan cetak biru yang sempurna untuk mengoperasionalkan "persekutuan fungsional" tersebut. Konsep "koalisi peminat" (coalition of the willing) yang diusulkan untuk menghormati otonomi GBM secara eklesiologis adalah padanan dari konsep squad dalam metodologi Agile. Lebih jauh lagi, mandat teologis untuk terus-menerus "menguji segala sesuatu" selaras secara spiritual dengan siklus "inspeksi dan adaptasi" yang menjadi jantung dari kerangka kerja Agile. Dengan demikian, Rapat Studi ini tidak hanya bertujuan merancang sebuah rencana, tetapi juga untuk menginisiasi adopsi sebuah "sistem operasi" baru yang memungkinkan eklesiologi GPI yang unik dapat berfungsi secara efektif di abad ke-21.
Bagian 2: Nama, Tema, dan Visi Kegiatan
Bagian 2: Nama, Tema, dan Visi Kegiatan
2.1. Nama Kegiatan
Rapat Studi Strategis Revitalisasi GPI 2025-2030.
2.2. Tema Terpadu
"Sinode Am sebagai Katalisator Adaptif: Membangun Kapasitas Teologis dan Kepemimpinan untuk Persekutuan Fungsional di Era Disrupsi."
Tema ini secara sengaja mensintesiskan fokus struktural dari Tema 01 ("Katalisator," "Persekutuan Fungsional") dengan fokus pada modal insani dari Tema 02 ("Kapasitas Teologis dan Kepemimpinan"), yang dibingkai dalam konteks metodologi "Adaptif" (Agile) dan tantangan "Disrupsi".
2.3. Visi Kegiatan
Menghasilkan sebuah Kerangka Kerja Strategis (Strategic Framework) yang koheren, dapat ditindaklanjuti, dan disepakati bersama, yang akan menjadi dasar bagi penyusunan Rencana Strategis (Renstra) GPI 2025-2030, serta menginisiasi transformasi budaya menuju kolaborasi yang agile dan misioner.
2.4. Menjabarkan Visi Kegiatan ke dalam Visi-Visi Strategis (untuk keperluan Agile Strategic Planning)
Visi Strategis 1: GPI sebagai Pusat Fasilitasi yang Dinamis dan Bernilai Tambah DENGAN UNIQUE VALUE PROPOSITIONS
Visi ini membayangkan sebuah masa depan di mana Sinode Am GPI tidak lagi dipandang sebagai entitas historis yang pasif, melainkan secara aktif dicari oleh Gereja Bagian Mandiri (GBM) sebagai mitra yang tak tergantikan. Dalam visi ini, GPI telah berhasil bertransformasi menjadi "Pusat Fasilitasi" (Facilitative Hub) yang dinamis, menjadi katalisator utama untuk kolaborasi, inovasi teologis, dan misi bersama. GPI di masa depan adalah penyedia nilai tambah yang nyata, menawarkan proposisi nilai unik seperti menjadi "Jangkar Teologis" dan "Mesin Kolaborasi" yang tidak dapat disediakan oleh lembaga oikumenis lainnya, sehingga menjawab tuntas krisis relevansi yang pernah dihadapinya.
Visi Strategis 2: Kepemimpinan Gereja yang Tangkas dan Berakar Teologis
Visi ini melukiskan masa depan di mana para pendeta, penatua, dan pemimpin awam di lingkup GPI diperlengkapi dengan kompetensi esensial untuk menavigasi kompleksitas era disrupsi. Mereka tidak hanya cakap sebagai proklamator Injil, tetapi juga terampil sebagai fasilitator percakapan, kurator konten digital, dan perajut jejaring (network-weaver). Kapasitas kepemimpinan ini dibangun di atas fondasi pemahaman "Teologi Disrupsi" yang kontekstual dan dipandu oleh kerangka "Etika Digital" yang kokoh. Hasilnya adalah sebuah ekosistem pembelajaran yang hidup di seluruh GBM, yang secara berkelanjutan meningkatkan kapasitas kolektif gereja.
Visi Strategis 3: Persekutuan yang Adaptif dengan Budaya Kolaborasi Agile
Visi ini menggambarkan sebuah GPI yang beroperasi dengan ritme organisasi yang baru dan responsif. Perencanaan strategis bukan lagi sebuah dokumen statis, melainkan sebuah proses yang hidup dan adaptif, yang ditinjau dan disesuaikan secara berkala. Tim-tim kerja lintas fungsi—yang terdiri dari "koalisi peminat" (coalition of the willing) dari berbagai GBM—berkolaborasi secara mulus dalam mengerjakan inisiatif-inisiatif strategis. Kinerja mereka tidak lagi diukur dari aktivitas, melainkan dari pencapaian hasil yang jelas dan terukur melalui kerangka Objectives and Key Results (OKR). Budaya agile ini memungkinkan GPI untuk merespons tantangan dunia VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, Ambiguous) dengan cepat dan efektif.
Visi Strategis 4: Kesaksian dan Pelayanan yang Transformatif dan Kontekstual
Ini adalah visi puncak di mana seluruh transformasi internal GPI membuahkan hasil nyata bagi dunia. Di masa depan, GPI dikenal sebagai suara kenabian yang berwibawa dalam isu-isu keadilan sosial dan ekologis. Pelayanan diakoninya telah berevolusi melampaui tindakan karitatif menjadi sebuah gerakan diakonia transformatif yang secara aktif mengatasi akar masalah ketidakadilan sistemik. Kesaksian (marturia) gereja di ruang publik digital menjadi efektif dan beretika, sementara persekutuan (koinonia) antar-GBM menjadi sebuah kesaksian hidup tentang keesaan fungsional yang menginspirasi masyarakat luas.
Keempat Visi Strategis ini memberikan gambaran yang jelas dan inspiratif tentang "GPI di masa depan" yang ingin diwujudkan melalui Rapat Studi dan Rencana Strategis yang akan disusun.
Bagian 3: Tujuan dan Keluaran yang Diharapkan
Bagian 3: Tujuan dan Keluaran yang Diharapkan
Untuk memastikan fokus pada hasil yang nyata, tujuan dan keluaran Rapat Studi ini dirumuskan menggunakan kerangka Objectives and Key Results (OKR), sebuah pendekatan yang akan diadopsi dalam Renstra GPI mendatang.
Objective 1: Merumuskan Model Operasional Baru Sinode Am sebagai "Pusat Fasilitasi" (Facilitative Hub).
- Key Result 1.1: Dihasilkannya Draft dokumen yang mendefinisikan secara konkret peran, fungsi, dan implikasi (terhadap struktur organisasi, sumber daya manusia, dan anggaran) dari Sinode Am sebagai "Pusat Fasilitasi" yang melayani, memberdayakan, dan mengoordinasikan, bukan memerintah GBM.
- Key Result 1.2: Terpetakannya tiga inisiatif strategis unggulan yang akan menjadi pilar model fasilitasi—yaitu (a) "Think-and-Do Tank" GPI, (b) Jaringan Aksi "Koinonia-Diakonia", dan (c) "Enabler Transformasi Digital"—lengkap dengan deskripsi, tujuan, dan metrik keberhasilan awal untuk masing-masing inisiatif.
Objective 2: Memetakan Kompetensi Kepemimpinan dan Kapasitas Teologis Esensial untuk Era Digital.
- Key Result 2.1: Teridentifikasinya 5-7 kompetensi kepemimpinan baru yang krusial bagi para pelayan gereja (pendeta dan penatua) untuk menavigasi era disrupsi, seperti peran sebagai fasilitator, kurator konten, dan perajut jejaring (network-weaver), beserta deskripsi perilaku kunci untuk setiap kompetensi.
- Key Result 2.2: Tersusunnya sebuah kerangka kerja (framework) untuk kurikulum pembinaan warga gereja yang membekali jemaat dengan pemahaman "Teologi Disrupsi" dan "Etika Digital" yang berakar pada iman Kristen Reformed.
Objective 3: Merancang Draft Awal Pilar-Pilar Strategis dan OKR GPI 2025-2030.
- Key Result 3.1: Disepakatinya 3-4 Pilar Strategis utama (misalnya, Koinonia: Memperkuat Persekutuan; Marturia: Memperluas Kesaksian; Diakonia: Mewujudkan Keadilan) yang akan menjadi struktur dasar Renstra GPI 2025-2030.1
- Key Result 3.2: Dihasilkannya minimal satu contoh OKR yang lengkap (satu Objective dengan tiga Key Results kuantitatif) untuk setiap Pilar Strategis, di mana perumusan OKR tersebut merupakan sintesis dari analisis konteks (TOWS) dan perencanaan skenario yang dilakukan selama Rapat Studi.
Objective 4 (turunan Visi 4): Merumuskan Arah Misi yang Kontekstual dan Transformatif.
- Key Result 4.1: Disepakatinya 3-4 Pilar Strategis utama (misalnya, Koinonia, Marturia, Diakonia) yang akan menjadi struktur dasar Renstra GPI 2025-2030.
- Key Result 4.2: Dihasilkannya sebuah draf konsep program percontohan (pilot project) untuk Diakonia Transformatif pan-GPI sebagai respons terhadap isu sosial-ekonomi kontekstual (misalnya, pengangguran pemuda).
Bagian 4: Materi dan Fokus Diskusi Rinci
Bagian 4: Materi dan Fokus Diskusi Rinci
Agenda Rapat Studi ini dirancang dalam dua modul utama yang saling terkait secara mendalam. Keberhasilan revitalisasi GPI bergantung pada ko-evolusi antara "perangkat keras" organisasional (struktur dan sistem) dan "perangkat lunak" insaniahnya (kapasitas dan kompetensi). Sebuah struktur baru seperti "Think-and-Do Tank" akan gagal tanpa adanya pemimpin yang dibekali dengan pola pikir "Teologi Disrupsi" untuk dapat mengolah dan menerapkan hasilnya. Sebaliknya, melatih para pendeta untuk menjadi "Network-Weaver" akan sia-sia tanpa adanya platform seperti "Jaringan Aksi Koinonia-Diakonia" yang memungkinkan mereka mempraktikkan keterampilan tersebut. Oleh karena itu, kedua modul ini harus didiskusikan secara terintegrasi, bukan sebagai dua agenda yang terpisah.
Modul Diskusi I: Reposisi Struktural - Dari Penjaga Warisan menjadi Katalisator Misi
Fokus modul ini adalah menerjemahkan visi revitalisasi GPI menjadi sebuah cetak biru operasional yang konkret dan dapat dijalankan.
Sesi 4.1: Mendefinisikan "Persekutuan Fungsional" dalam Praktik
Diskusi akan berpusat pada pergeseran paradigma fundamental Sinode Am dari "pengatur" menjadi "fasilitator," "pemersatu," dan "katalisator".

Pertanyaan Kunci:
- Bagaimana kita mengoperasionalkan model "koalisi peminat" (coalition of the willing) untuk menghormati otonomi GBM sekaligus mendorong kolaborasi?
- Apa saja kriteria, mekanisme tata kelola, dan prinsip alokasi sumber daya untuk sebuah proyek kolaboratif antar-GBM yang difasilitasi oleh Sinode Am?
- Bagaimana implikasi model kepemimpinan kolaboratif ini bagi struktur Badan Pekerja Harian, kebutuhan sumber daya manusia, dan model penganggaran Sinode Am?
Sesi 4.2: Merancang Tiga Mesin Kolaborasi GPI
Sesi ini akan berbentuk lokakarya untuk merancang secara
lebih rinci tiga inisiatif strategis yang menjadi pilar dari peran fasilitatif
Sinode Am.

1. "Think-and-Do Tank" GPI (Panduan Teologis & Etis):
- Fokus Lokakarya: Merumuskan mandat, struktur keanggotaan (lintas-GBM), dan prioritas kajian untuk 1-2 tahun pertama.
- Contoh Output: Draft kerangka acuan untuk Komisi Teologi Digital & Etika yang bertugas merespons disrupsi digital dan Komisi Teologi Publik & Kebangsaan untuk merumuskan perspektif Reformed mengenai isu-isu kebangsaan.
2. Jaringan Aksi "Koinonia-Diakonia" (Pelayanan Bersama):
- Fokus Lokakarya: Merancang satu atau dua program percontohan (pilot project) untuk membuktikan efektivitas model kolaborasi.
- Contoh Output: Draft konsep untuk "GPI-CARE," sebuah unit tanggap bencana terpadu yang mengkoordinasikan respons dari 12 GBM, dan "Program Pertukaran Pelayan" untuk membangun relasi dan berbagi keahlian antar-GBM.
3. "Enabler Transformasi Digital" (Layanan Bersama):
- Fokus Lokakarya: Memetakan kebutuhan digital paling mendesak dari GBM (terutama yang lebih kecil) dan memprioritaskan fitur untuk platform digital terpadu "GPI-Connect".
- Contoh Output: Analisis kebutuhan dan prioritas pengembangan untuk fitur seperti Sistem Manajemen Gereja (Church Management System - ChMS) terstandar dan Portal E-Learning Kolaboratif.
Modul Diskusi II: Pembangunan Kapasitas - Memegang Teguh Kebenaran, Merangkul Perubahan
Fokus modul ini adalah mengidentifikasi dan merancang strategi untuk membangun modal insani dan teologis yang dibutuhkan untuk menjalankan struktur dan model operasional yang baru.
Sesi 4.3: Merumuskan "Teologi untuk Era Disrupsi"
Sesi ini akan menggumuli fondasi intelektual dan spiritual yang dibutuhkan oleh para pelayan dan jemaat GPI.
Pertanyaan Kunci:
- Apa saja pilar-pilar teologis dari sebuah "Teologi Disrupsi" yang berakar pada tradisi Reformed namun relevan dengan tantangan kontemporer?
- Bagaimana kita merumuskan sebuah "Etika Digital" Kristen yang konkret untuk memberikan panduan pastoral mengenai isu-isu seperti misinformasi (hoax), privasi data jemaat, kesehatan mental di media sosial, dan penggunaan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) dalam pelayanan?
- Bagaimana GPI dapat menjadi "rumah" yang memperkuat identitas teologis bersama sekaligus "jembatan" yang mempercepat inovasi misioner?
Sesi 4.4: Memahat Ulang Peran Kepemimpinan Pastoral
Diskusi akan berfokus pada pergeseran peran kepemimpinan yang dituntut oleh zaman, dari model proklamasi satu arah menjadi model yang lebih partisipatif dan fasilitatif.

Pertanyaan Kunci:
- Apa arti praktis dari peran pendeta sebagai Fasilitator Percakapan (menciptakan ruang aman bagi jemaat untuk bertanya dan bergumul), Kurator Konten (membantu jemaat menyaring lautan informasi dan merekomendasikan sumber teologis yang sehat), dan Perajut Jejaring (Network-Weaver) (menghubungkan orang, ide, dan sumber daya lintas jemaat dan GBM)?
- Apa saja kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap) yang dibutuhkan untuk menjalankan peran-peran baru ini secara efektif?
- Bagaimana model-model pembinaan dan pendidikan teologi perlu disesuaikan untuk menghasilkan para pemimpin dengan kompetensi tersebut?
Sesi 4.5: Membangun Ekosistem Pembelajaran Bersama
Sesi ini bertujuan merancang mekanisme agar peningkatan kapasitas tidak terjadi secara sporadis, melainkan menjadi sebuah sistem yang berkelanjutan.
Pertanyaan Kunci:
- Bagaimana Sinode Am dapat secara efektif memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan praktik-praktik terbaik (best practices) antar-GBM?
- Model mana yang paling efektif: platform digital, program pertukaran pelayan, communities of practice (komunitas praktisi), atau kombinasi ketiganya?
- Bagaimana kita dapat menciptakan sebuah ekosistem inovasi yang dinamis di dalam "keluarga" GPI?
Untuk memastikan diskusi yang terintegrasi, Rapat Studi akan menggunakan matriks berikut sebagai alat bantu visual dan kerangka kerja konseptual.
Inisiatif Struktural 1 |
Deskripsi Singkat |
Kompetensi Kepemimpinan Kunci 1 |
Strategi Peningkatan Kapasitas |
"Think-and-Do Tank" GPI |
Pusat refleksi teologis-kontekstual untuk isu-isu strategis. |
Kurator Teologis: Mampu menerjemahkan kajian mendalam menjadi bahan yang relevan bagi jemaat. Pemikir Kritis: Mampu bergumul dengan isu kompleks dari perspektif Reformed. |
Mengembangkan fellowship riset bagi pendeta; membuat modul PA berbasis output think-tank. |
Jaringan Aksi "Koinonia-Diakonia" |
Platform untuk proyek pelayanan kolaboratif antar-GBM ("koalisi peminat"). |
Network-Weaver: Mampu mengidentifikasi dan menghubungkan potensi kolaborasi. Fasilitator Kolaborasi: Mampu memimpin proyek lintas-sinodal yang kompleks. |
Pelatihan manajemen proyek kolaboratif; program pertukaran pelayan untuk membangun relasi. |
"Enabler Transformasi Digital" |
Penyedia platform dan sumber daya teknologi bersama ("GPI-Connect"). |
Kurator Digital: Mampu memilih, mengkontekstualisasikan, dan membagikan sumber daya digital yang relevan. Gembala Digital: Mampu memberikan pendampingan pastoral di ruang digital dengan etika yang kuat. |
Lokakarya "Etika Digital" bagi pelayan; pelatihan penggunaan platform GPI-Connect untuk pelayanan. |
1. "Think-and-Do Tank" GPI (Panduan Teologis & Etis):
- Fokus Lokakarya: Merumuskan mandat, struktur keanggotaan (lintas-GBM), dan prioritas kajian untuk 1-2 tahun pertama.
- Contoh Output: Draft kerangka acuan untuk Komisi Teologi Digital & Etika yang bertugas merespons disrupsi digital dan Komisi Teologi Publik & Kebangsaan untuk merumuskan perspektif Reformed mengenai isu-isu kebangsaan.
2. Jaringan Aksi "Koinonia-Diakonia" (Pelayanan Bersama):
- Fokus Lokakarya: Merancang satu atau dua program percontohan (pilot project) untuk membuktikan efektivitas model kolaborasi.
- Contoh Output: Draft konsep untuk "GPI-CARE," sebuah unit tanggap bencana terpadu yang mengkoordinasikan respons dari 12 GBM, dan "Program Pertukaran Pelayan" untuk membangun relasi dan berbagi keahlian antar-GBM.
3. "Enabler Transformasi Digital" (Layanan Bersama):
- Fokus Lokakarya: Memetakan kebutuhan digital paling mendesak dari GBM (terutama yang lebih kecil) dan memprioritaskan fitur untuk platform digital terpadu "GPI-Connect".
- Contoh Output: Analisis kebutuhan dan prioritas pengembangan untuk fitur seperti Sistem Manajemen Gereja (Church Management System - ChMS) terstandar dan Portal E-Learning Kolaboratif.
Bagian 5: Metodologi Rapat Studi yang Agile dan Partisipatif
Bagian 5: Metodologi Rapat Studi yang Agile dan Partisipatif
Untuk mencerminkan semangat transformasi yang diusung, Rapat Studi ini akan meninggalkan format seminar atau rapat pleno yang pasif. Sebaliknya, kegiatan akan sepenuhnya mengadopsi metodologi lokakarya yang agile, partisipatif, dan berorientasi pada hasil, dengan menggunakan perangkat-perangkat strategis yang diuraikan dalam Panduan Penyusunan Renstra GPI.
● Prinsip Dasar: Kolaboratif, Partisipatif, Berorientasi pada Hasil (OKR-driven), dan Iteratif.
Tahap 1: Pemetaan Konteks (Context Mapping)
- Metode: Lokakarya Interaktif menggunakan kerangka PESTEL untuk memindai tren dan kekuatan makro eksternal (Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi, Lingkungan, Hukum) yang menjadi Peluang dan Ancaman bagi pelayanan gereja. Ini akan dilanjutkan dengan analisis internal menggunakan model McKinsey 7-S untuk mengidentifikasi Kekuatan dan Kelemahan internal GPI dengan melihat keselarasan antar elemen (Strategy, Structure, Systems, Shared Values, Style, Staff, Skills).
- Tujuan: Membangun sebuah pemahaman bersama yang mendalam dan berbasis data mengenai medan pelayanan GPI saat ini.
Tahap 2: Sintesis dan Ideasi Strategis (Strategic Synthesis & Ideation)
- Metode: Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion) menggunakan Matriks TOWS. Berbeda dari analisis SWOT yang hanya mendaftar, matriks ini secara aktif mensintesiskan hasil Tahap 1 untuk menghasilkan opsi-opsi strategis yang dapat ditindaklanjuti dengan menghubungkan Kekuatan-Peluang (Strategi SO), Kelemahan-Peluang (Strategi WO), Kekuatan-Ancaman (Strategi ST), dan Kelemahan-Ancaman (Strategi WT).
- Tujuan: Bergerak secara sistematis dari analisis menuju perumusan alternatif-alternatif strategi yang konkret.
Tahap 3: Uji Stres dan Perencanaan Skenario (Stress-Testing & Scenario Planning)
- Metode: Lokakarya Perencanaan Berbasis Skenario. Peserta akan mengidentifikasi dua ketidakpastian paling kritis yang dihadapi Indonesia dalam lima tahun ke depan (misalnya, Stabilitas Ekonomi dan Kohesi Sosial). Berdasarkan kedua sumbu ini, peserta akan memetakan empat kemungkinan skenario masa depan (misalnya, Skenario 1: "Indonesia Berdaya", Skenario 4: "Badai Sempurna") dan merumuskan fokus strategis serta prioritas pelayanan GPI untuk setiap skenario.
- Tujuan: Memastikan strategi yang dirumuskan bersifat kuat (robust) dan adaptif, serta mempersiapkan GPI untuk berbagai kemungkinan masa depan, bukan hanya terpaku pada satu prediksi.
Tahap 4: Perumusan Aksi Terukur (Formulating Measurable Actions)
- Metode: Sesi pleno dan kelompok untuk merumuskan Draft Objectives and Key Results (OKR) untuk setiap pilar dan inisiatif strategis yang diprioritaskan dari tahap-tahap sebelumnya.
- Tujuan: Menerjemahkan ide-ide besar dan arah strategis menjadi tujuan kualitatif yang ambisius dan inspiratif (Objectives) serta metrik keberhasilan kuantitatif yang spesifik, terukur, dan berbatas waktu (Key Results).
Untuk menjadikan seluruh proses ini nyata dan relevan, lokakarya akan menggunakan tantangan Diakonia Transformatif sebagai studi kasus utama. Analisis PESTEL menunjukkan adanya krisis sosial-ekonomi yang nyata, seperti tingginya angka pengangguran pemuda, yang berdampak langsung pada jemaat. Di sisi lain, panggilan teologis gereja adalah untuk bergerak melampaui diakonia karitatif (memberi bantuan) menuju diakonia transformatif yang mengatasi akar masalah ketidakadilan sistemik. Tantangan ini menyediakan sebuah "laboratorium" yang sempurna untuk menguji model operasional baru GPI. Peserta akan ditantang dalam sebuah sesi khusus: "Dengan menggunakan model 'koalisi peminat' dan kerangka kerja kolaboratif yang baru, rancanglah sebuah inisiatif Diakonia Transformatif pan-GPI untuk mengatasi masalah pengangguran pemuda." Latihan praktis ini akan memaksa peserta untuk menerapkan konsep-konsep abstrak yang didiskusikan ke dalam sebuah masalah riil, sehingga membuktikan nilai dan relevansi langsung dari transformasi yang diusulkan.
Bagian 6: Peserta, Narasumber, Waktu, dan Tempat
Bagian 6: Peserta, Narasumber, Waktu, dan Tempat
6.1. Peserta
Peserta yang diundang adalah para pemangku kepentingan kunci yang akan menjadi motor penggerak implementasi Renstra:
- Badan Pekerja Harian Majelis Sinode Am (BPHMSA) GPI.
- Perwakilan Pimpinan Sinode (Ketua, Sekretaris, Bendahara) dari 12 Gereja Bagian Mandiri (GBM).
- Ketua-ketua Komisi dan Departemen strategis di tingkat Sinode Am GPI.
- Para teolog dan pakar manajemen strategis yang diundang secara khusus sebagai narasumber dan fasilitator.
6.2. Narasumber/Fasilitator
(Akan ditentukan oleh Panitia Penyelenggara).
6.3. Waktu dan Tempat
(Akan ditentukan oleh Panitia Penyelenggara).
Bagian 7: Penutup
Bagian 7: Penutup
Kerangka Acuan Kerja ini disusun bukan sekadar sebagai sebuah dokumen administratif, melainkan sebagai sebuah undangan dan panggilan untuk ikut serta dalam merancang masa depan persekutuan Gereja Protestan di Indonesia. Rapat Studi ini adalah sebuah momen penentuan, sebuah kesempatan untuk secara sadar dan berani bergerak melampaui wacana menuju aksi bersama yang terpadu. Kita dipanggil untuk mengubah warisan sejarah yang kaya menjadi fondasi yang kokoh bagi pelayanan dan kesaksian yang relevan, berdampak, dan transformatif di abad ke-21. Dengan menaikkan doa dan permohonan kepada Tuhan Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja, kiranya Rapat Studi ini diterangi oleh hikmat Roh Kudus untuk menghasilkan buah yang melimpah bagi kemuliaan nama-Nya dan bagi terwujudnya damai sejahtera bagi seluruh ciptaan.
Daftar Pustaka
1. Revitalisasi GPI dan GBM.pdf
2. Kajian Thema dan Sub-Thema Sidang Sinode Am GPI 2025 Rev.1.pdf
3. Panduan Penyusunan Rencana Strategis GPI 2025-2030.pdf