Menghidupi Semangat Pembaruan Iman di Tengah Dunia yang Berubah; Refleksi 508 Tahun Reformasi Gereja.

508 tahun telah berlalu sejak Martin Luther, seorang biarawan dan teolog Jerman, menempelkan 95 dalil di pintu gereja Wittenberg pada tanggal 31 Oktober 1517. Tindakan sederhana itu mengguncang dunia Kristen dan menandai lahirnya sebuah gerakan besar yang kini dikenal sebagai Reformasi Gereja.


Reformasi bukan sekadar peristiwa sejarah yang monumental, melainkan gerak Roh Allah yang menembus kebekuan institusi dan membangkitkan kesadaran iman umat. Luther bukan sedang menciptakan gereja baru; sesungguhnya ia sedang memanggil gereja kembali kepada Injil; kepada Yesus Kristus sebagai pusat iman dan keselamatan.


Dalam dunia yang waktu itu dikuasai oleh kekuasaan hierarkis dan kegelapan rohani, suara Luther bergema lantang: Sola Scriptura, Sola Gratia, Sola Fide, Solus Christus, Soli Deo Gloria; hanya oleh Firman, hanya oleh anugerah, hanya oleh iman, hanya oleh Kristus, dan hanya bagi kemuliaan Allah.

Refleksi pada 508 tahun Reformasi mengingatkan kita bahwa gereja selalu harus mereformasi dirinya (ecclesia semper reformanda est). Gereja tidak boleh merasa nyaman dalam bentuk dan struktur, sebab sejarah menunjukkan bahwa begitu gereja kehilangan semangat pembaruan, ia mudah jatuh pada kesombongan rohani dan kebutaan moral.


Hari ini, kita hidup dalam zaman yang berbeda dari Luther. Tantangannya bukan lagi indulgensi, tetapi konsumerisme rohani, korupsi moral, politisasi agama, dan krisis kemanusiaan. Namun hakikat panggilan Reformasi tetap sama: mengembalikan seluruh kehidupan kepada pusatnya, yakni Kristus.


Reformasi hari ini bukan lagi sekadar memperbaharui doktrin, tetapi memperbaharui hati; menumbuhkan gereja yang rendah hati, terbuka, dan berani bersuara bagi kebenaran dan keadilan. Gereja yang hidup bukanlah gereja yang sibuk mempertahankan tradisi, melainkan gereja yang terus-menerus diperbaharui oleh Roh Kudus untuk menghadirkan kasih Allah di tengah dunia yang terluka.


Martin Luther pernah berkata, “Iman yang sejati bukanlah tidur yang manis di atas bantal keangkuhan, tetapi pergumulan terus-menerus untuk tetap berdiri di hadapan Allah.” Maka, dalam terang Reformasi, kita diajak untuk tidak sekadar mengenang, melainkan menghidupi semangat Luther; semangat untuk berpikir kritis, beriman teguh, dan melayani dengan kasih yang radikal.


Di usia ke-508 Reformasi Gereja ini, kita semua (orang Percaya di berbagai tradisi) kembali menegaskan bahwa pusat iman kita bukanlah lembaga, bukan pula manusia, melainkan Kristus yang hidup dan menyelamatkan. Hanya kepada-Nya segala kemuliaan. Soli Deo Gloria.


Pdt. F. R. Kwalomine (Alumni POK PGI Angkatan I)



Masuk untuk meninggalkan komentar