GOD OF A SECOND CHANCE

Gereja yang Tidak Takut Memberi Kesempatan Kedua
“Barnabas pun mengambil dia dan membawanya kepada rasul-rasul…”
(Kisah Para Rasul 9:27)

SEBUAH NAMA, SEBUAH JALAN PULANG 


Setiap nama menyimpan jejak. Setiap manusia membawa sejarah. Tapi yang lebih menentukan bukan masa lalu, melainkan kemungkinan masa depan. Di tengah dunia yang tergesa menghakimi dan enggan mengampuni, di tengah gereja yang kerap menuntut kesalehan tanpa jeda namun melupakan rahmat yang menyembuhkan, muncul pertanyaan fundamental: masihkah gereja memberi ruang untuk kesempatan kedua?


Pdt. Joas Adi Prasetyo, dalam khotbah yang menggugah, menyoroti Barnabas sebagai tokoh kunci dalam kisah transformasi Saulus. Saat semua menghindar, Barnabas mendekat. Saat para rasul menutup pintu, Barnabas membukanya. Ia bukan hanya percaya bahwa Saulus bisa berubah, ia menjadi jembatan bagi perubahan itu. Dalam tindakannya, terang kasih Allah menyala: Allah adalah God of a Second Chance.


ALLAH YANG TIDAK PERNAH MENYERAH 


Jika Alkitab adalah kisah tentang orang-orang sempurna, maka tak satu pun dari kita layak dibacakan namanya. Namun kenyataannya, Kitab Suci sarat dengan pribadi-pribadi rapuh yang diberi ruang untuk ditebus:


- Musa: dari pembunuh menjadi pemimpin pembebasan;

- Daud: dari pezinah dan pembunuh menjadi pujangga yang hatinya melekat kepada Tuhan;

- Petrus: dari penyangkal Kristus menjadi gembala umat;

- Saulus: dari penganiaya menjadi pemberita Injil paling gigih.


Apa benang merahnya? Kesempatan kedua. Dan kerap kali, kesempatan itu tak datang langsung dari langit, tapi melalui seseorang yang berani berharap dan percaya - seperti Barnabas.


BARNABAS: WAJAH KASIH KARUNIA DALAM KOMUNITAS 


Dalam Kisah Para Rasul 9:26–28, kita menyaksikan pergulatan jemaat perdana menghadapi Saulus. Meski ia telah bertobat, luka dan trauma masa lalu membuat para murid enggan menerima. Di tengah atmosfer kecurigaan, bangkitlah Barnabas.


Ia tidak hanya menjadi mediator; ia menjadi saksi atas kasih yang menghidupkan. Barnabas tidak menunggu Saulus menyelesaikan segala lukanya; ia hadir, percaya, dan bertindak. Ia menjelma menjadi gambaran ideal gereja: bukan penjaga gerbang surga, tapi pelayan rahmat.


GEREJA YANG MENGHIDUPKAN, BUKAN MENGHAKIMI 


Banyak yang meninggalkan gereja bukan karena kehilangan iman, tetapi karena kehilangan tempat. Mungkin mereka pernah jatuh. Mungkin mereka gagal menjaga api rohani. Tapi alih-alih dipeluk, mereka dijauhi.


Gereja kerap lebih suka menyimpan daftar dosa daripada menawarkan ruang pemulihan. Ini saatnya bertobat. Gereja tidak dipanggil menjadi ruang sidang, tapi rumah tempat anak-anak yang terluka bisa kembali pulang.


Yesus tidak membangun komunitas steril. Ia hadir di tengah pemungut cukai, perempuan berdosa, dan nelayan yang lugu. Ia menyingkirkan eksklusivitas rohani dan menggantinya dengan inklusivitas kasih.


APA MAKNA MEMBERI KESEMPATAN KEDUA? 


Memberi kesempatan kedua bukan berarti menutup mata atas kesalahan. Tapi itu berarti percaya bahwa:


1. Kasih lebih besar daripada catatan masa lalu.

2. Pemulihan lebih penting daripada hukuman.

3. Roh Kudus masih bekerja dalam kehidupan orang lain.


Gereja yang memberi kesempatan kedua adalah gereja yang :


- Mendengar lebih banyak, menghakimi lebih sedikit. Karena memahami lebih sulit daripada menilai.

- Menyediakan ruang pertumbuhan, bukan sekadar ruang tampil. Pemulihan butuh waktu.

- Percaya bahwa perubahan adalah proses Roh, bukan program manusia.


GPM : DARI RUMAH IBADAH MENJADI RUMAH PEMULIHAN 


Gereja Protestan Maluku dipanggil untuk menjadi Barnabas zaman ini. Kita bukan sekadar institusi keagamaan, kita adalah komunitas rahmat. Dalam dunia yang melelahkan dan dingin, gereja harus menjadi tempat pulang:


- Bagi pemuda yang kecewa dan tersesat,

- Bagi pelayan yang pernah gagal,

- Bagi keluarga yang porak poranda,

- Bagi siapa pun yang mencari harapan baru.


GPM harus berhenti menjadi ruang sidang, dan mulai menjadi rumah kedua - rumah bagi mereka yang butuh awal baru.


PENUTUP : KARENA KITA SENDIRI PERNAH DIBERI KESEMPATAN 


Kita semua, dalam satu atau lain cara, pernah menjadi Saulus. Pernah jatuh. Pernah gagal. Pernah diragukan. Tapi kasih Allah menemukan kita. Melalui seseorang. Melalui gereja. Melalui sebuah kesempatan.


Hari ini, mungkin giliran kita untuk menjadi Barnabas. Untuk percaya. Untuk membuka pintu. Untuk menjadi wajah dari kasih yang tak menyerah.


“Di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah…”

(Roma 5:20b)


Mari, GPM - jadilah God’s Community of Second Chances. Dunia haus akan gereja yang menghidupkan. Bukan yang mencatat kesalahan, tapi yang mengangkat kembali. Bukan yang mencurigai, tapi yang mengasihi.


Karena dunia ini, butuh lebih banyak Barnabas.


Catatan: 

Tulisan ini merupakan refleksi pastoral yang terinspirasi dari khotbah Pdt. Joas Adi Prasetyo mengenai peran Barnabas dalam Kisah Para Rasul. Kiranya menjadi dorongan transformasional bagi Gereja Protestan Maluku dan seluruh umat Tuhan agar menjadi saksi kasih karunia Allah yang hidup dan memulihkan.



Masuk untuk meninggalkan komentar